- I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikroorganisme atau mikroba merupakan suatu organisme yang berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantu seperti mikroskop. Mikroorganisme memiliki cakupan yang sangat luas dan terdiri dari berbagai macam kelompok dan jenis, sehingga diperlukan suatu usaha atau cara pengelompokan dan pengklasifikasian (Sembiring, 2003). Bakteri adalah dominan yang terdiri dari makhluk hidup yang tidak memiliki membran plasma (prokariot).
Sistematika mikroba merupakan ilmu yang mempelajari keanekaragaman mikroba dan hubungan antara sesamanya, baik hubungan yang bersifat kemiripan (fenetik) maupun yang bersifat kekerabatan (filogenetis). Cakupan kajian dalam sistematika meliputi klasifikasi, tata nama, dan identifikasi. Klasifikasi merupakan suatu alat atau cara untuk mengelompokkan organisme ke dalam suatu kelompok (takson) berdasarkan hubungan kemiripan maupun kekerabatan. Identifikasi adalah proses dan hasil penentuan benar tidaknya suatu strain yang diteliti merupakan anggota takson yang sudah dikenal sebelumnya atau merupakan proses dan hasil penentuan apakah suatu organisme yang belum dikenal merupakan anggota kelompok yang sudah diketahui sebelumnya atau bukan. Identifikasi merupakan aplikasi dari klasifikasi dan tatanama terhadap strain sampel. Sedangkan tatanama adalah cara pemberian nama ilmiah kepada makhluk hidup berdasarkan kode tatanama. Untuk dapat mengidentifikasi dan mengkasifikasi suatu mikroorganisme, maka kita harus mempelajari karakteristik mikroorganisme tersebut terlebih dahulu (pelczar et al., 1993).
Prosedur dalam melakukan identifikasi, yaitu pertama kita harus menentukan apakah suatu organisme yang belum dikenal termasuk dalam kelompok besar dari suatu mikroorganisme atau tidak; kedua yang harus dilakukan adalah memurnikan kultur dari mikroorganisme tersebut; ketiga yaitu menentukan tipe pertumbuhan dari organisme tersebut; keempat adalah mempelajari kultur murni tersebut (Frobisher, 1962).
Terdapat tiga cara klasifikasi yaitu klasifikasi artifisial, klasifikasi fenetik, dan klasifikasi filogenik. Salah satu penerapan klasifikasi fenetik adalah pada taksonomi numerik (numerical taxonomy) (Boone and Castenholz, 2001). Taksonomi numerik digunakan untuk memperoleh suatu klasifikasi yang bersifat lebih teliti, reproducible, dan padat informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa taksonomi numerik merupakan cara sistem klasifikasi terbaik. Sebab dalam sistem taksonomi ini digunakan sebanyak-banyaknya sifat (minimal 50 sifat) dari setiap organisme yang akan dikelompokkan. Taksonomi numerik merupakan suatu kajian kekerabatan taxa dengan mengaplikasikan nilai similaritas setiap karakter sehingga dapat dibuat tingkat kataegori berdasarkan derajat atau indeks similaritas. Sebanyak-banyaknya sifat (minimal 50 sifat) dari organisme yang akan dikelompokkan kemudian dicari indeks similaritas (IS) dari satu organisme terhadap organisme lain dalam daftar organisme yang akan dikelompokkan (disebut OTUs). Dalam pengklasifikasian suatu bakteri digunakan beberapa kriteria yaitu karakter morfologi yang meliputi ukuran, bentuk, sifat pengecatan dan lain-lain. Karakter kultur dan koloni meliputi bentuk koloni, elevasi, dan warna. Karakteristik biokimia meliputi fermentasi, hidrolisis, reduksi dan produksi enzim spesifik. Karakter fisiologi meliputi range suhu pertumbuhan, pH, dan lain-lain (Sulia and Shantharam, 1998).
Oleh sebab itu, kami melakukan praktikum sistematika mikroba tentang taksonomi numerik-fenetik untuk mengklasifikasi bakteri.
1.2. Tujuan
Memperkenalkan prosedur taksonomi numerik-fenetik dalam klasifikasi bakteri
- II. TINJAUAN PUSTAKA
Sistem klasifi tiga domain yan dikembangkan oleh Carl Woese (1990) yaitu penggolongan makhluk hidup, domain Archaea, Bacteria, dan Eucaryota. Dua domain dari ketiga golongan tersebut, Archaea dan Bacteria dipelajari dalam sistematika mikroba. Taksonomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pengelompokkan dan penyusunan organisme dalam satu golongan yang disebut taxa. Hal inin dilakkukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu sebagai pembeda yang digunakan dalam penggolongan organisme. Dalam taksonomi organisme terdiri dari tiga bagian, yaitu nomenklatur, klasifikasi, dan identifikasi. Nemenklatur adalah kegiatan pemberian nama, sedangkan identifikasi berarti penetapan organisme menggunakan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam klasifikasi. Klasifikasi adalah tahap pengelompokkan suatu mikrobia berdasarkan sifat-sifat beda (Nicklin, et.al., 1999). Sistematika mikroba memiliki cara khusus untuk memetakan keanekaragaman spesies makhluk mikrobia dalam hal klasifikasi.
Sistematika mikrobia merupakan ilmu yang mempelajari keanekaragaman mikrobia dan hubungan antar sesamanya, baik hubungan yang bersifat kemiripan (fenetik) maupun yang bersifat kekerabatan (filogenetis). Cakakupan kajian dalam sistematika meliputi klasifikasi, tata nama, dan identifikasi. Klasifikasi merupakan suatu alat untuk mengelompokkan organisme ke dalam suatu kelompok atau takson berdasarkan hubungan kemiripan ataupun kekerabatan. Identifikasi adalah proses dan hasil penentuan apakah suatu organisme yang belum dikenal merupakan anggota kelompok yang sudah diketahui sebelumnya atau bukan. Sedangkan tata nama merupakan cara pemberian nama ilmiah kepada makhluk hidup berdasarkan kode tata nama. Untuk dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi mikroorganisme, pertama-tama kita harus memperlajari karakteristik mikroorganisme tersebut (Pelczar et al., 1993).
Taksonomi merupakan suatu langkah dalam pengelompokkan jasad hidup di dalam suatu kelompok atau takson yang sesuai. Pada awalnya pengelompokkan ini hanya dilakukan dalam lingkungan tumbuh-tumbuhan dan hewan, namun terbyata bahwa untuk mikrobapun dapat digunakan. Dari segi mikrobiologi sendiri, dunia mikroba terbagi menjadi dua kelompok besar, dimana pembagian ini berdasarkan kepada ada tidaknya inti, baik yang sudah terdiferensiasi ataupun yang belum, yaitu penyusunan urutan DNA telah menjadi prosedur rutin di laboratorium dan perbandingan susunan DNA diantara beragam gen yang mada dapat menggambarkan hubungan perbedaan susunan DNA diantara gen-gen yang tersebar secara cepat, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hubungan kekerabatan masing-msing individu (Ramadaningrum, 2008).
Prosedur dalam identifikasi, yaitu pertama-tama kita harus menentukan apakah suatu organisme yang belum dikenal termasuk dalam kelompok besar dari mikroorganisme atau tidak; kedua yang harus dilakukan adalah memurnikan kultur dari mikroorganisme tersebut; ketiga adalah menentukan tipe pertumbuhan dari organisme tersebut; keempat adalah mempelajari kultur murni tersebut (Frobisher, 1962). Dalam klasifikasi mikrobia terdapat tiga macam cara yaitu klasifikasi artificial, klasifikasi fenetik, dan klasifikasi filogenik. Contoh penerapan klasifikasi fenetik adalah pada taksonomi numeric (numerical taxonomy) (Boone and Castenholz, 2001).
Taksonomi numeric merupakan suatu kajian kekerabatan taxa dengan mengaplikasikan nilai similaritas setiap karakter sehingga terdapat tingkatan kategori berdasarkan indeks similaritas. Sistem taksonomi ini digunakan sebanyak-banyaknya sifat (minimal 50 sifat) kemudian dicari indeks similaritas (IS) dari mikroba yang akan dikelompokkan (disebut OTUs). Ada dua macam Koefisien Asosisi yaitu Simple Matching Coefisient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). Pada SSM semua sifat yang ada dilihat dan digunakan. Sedangakan pada SJ tidak memperhatikan sifat yang sama-sama tidak dimiliki (negative). Kemudian dari matriks IS tersebut, akan diperoleh dendogram. Metode yang umum dalam pembuatan dendogram adalah sverage linkage clustering (UPGMA : unwieghted pair-group method using arithmetic averages) yaitu suatu metode pengklasteran akan menggabung ke klaster tertentu pada suatu nilai yang dihitung tersendiri, yaitu rerata nilai-nilai IS (anonim, 2011).
Adapun dalam pengklasifikasian bakteri, kriteria yang digunakan antara lain adalah karakter morfologi yang meliputi ukuran, bentuk, sifat pengecatan dan lain-lain. Karakter kultur dan karakter koloni meliputi bentuk koloni, elevasi, translucency, dan warna. Karakteristik biokimia meliputi fermentasi, hidrolisis, produksi indol, reduksi dan produksi enzim spesifik. Karakter fisiologi meliputi range suhu, pH dan lain-lain (Sulia and Shantharam, 1998).
- III. METODE
3.1. Alat dan Bahan
- Morfologi Koloni Bakteri
- a. Morfologi Koloni Bakteri pada Cawan Petri
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya berbentuk bulat, lampu spiritus, rak tabung reaksi, tabung reaksi, cawan petri dan cawan penutup (petri disc).
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium nutrient plate agar, dan alkohol.
- b. Morfologi Koloni Bakteri pada Agar Tegak
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya berbentuk bulat, lampu spiritus, rak tabung reaksi, dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium nutrient agar tegak, dan alkohol.
- c. Morfologi Koloni Bakteri pada Agar Miring
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya membulat, lampu spiritus, rak tabung reaksi dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium nutrient agar miring, dan alkohol
- d. Morfologi Koloni Bakteri pada Medium Cair
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya membulant, lampu spiritus, rak tabung reaksi dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium nutrient cair, dan alkohol.
- Morfologi Sel
- a. Pewarnaan Sederhana
Alat yang digunakan adalah glass objek, jarum ose yang ujungnya membulat, mikroskop, tissue, lampu spiritus, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, methylen blue, alkohol, dan akuades.
- b. Pewarnaan Gram
Alat yang digunakan adalah glass objek, jarum ose yang ujungnya membulat, lampu spiritus, pipet tetes, dan mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, Kristal violet, lugol’s iodine, alkohol, counterstain safranin, dan akuades.
- c. Pewarnaan Spora
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya membulat, glass objek, lampu spiritus, tabung reaksi, pipet tetes, kompor listrik, gelas kimia, kawat kasa, dan mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, malchite green, alkohol, safranin, dan akuades.
- d. Pewarnaan Tahan Asam
Alat yang digunakan adalah kaca objek, jarum ose yang ujungnya membulat, lampu spiritus, pipet tetes, kompor listrik, gelas kimia, kawat kasa, mikroskop dan tissue.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, alkohol, karbolfuksin, alkohol asam, methylen blue, dan akuades.
- Pengujian Sifat Biokimiawi
- a. Hidrolisis Pati
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya membulat, rak tabung reaksi, tabung reaksi, lampu spiritus, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium pati agar plate, larutan JKJ, dan alkohol.
- b. Hidrolisis Kasein
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya membulat, tabung reaksi, lampu spiritus, dan rak tabung reaksi.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium susu agar dalam petridish, dan alkohol.
- c. Pencairan Gelatin
Alat yang digunakan adalah jarum ose yang ujungnya membulat, rak tabung reaksi, tabung reaksi, dan lampu spiritus.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium gelatin tegak, alkohol.
- d. Reduksi Hidrogen Peroksida (Katalase)
Alat yang digunakan adalah glass objek, jarum ose yang ujungnya membulat, lampu spiritus, spidol, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, larutan H2O2 30 %, dan alkohol.
- e. Reduksi Methylen Blue
Alat yang digunakan adalah jarum ose dengan ujung membulat, tissue, spidol, pipet tetes, lampu spiritus, tabung reaksi, dan rak tabung reaksi.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, larutan methylen blue, medium nutrient cair, dan alkohol.
- f. Oksidase
Alat yang digunakan adalah jarum ose dengan ujung membulat, tissue, pipet tetes, spidol, dan lampu spiritus.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, larutan dimetil p-fenildiamina hidroklorida 1 %, dan alkohol.
- D. Fermentasi Karbohidrat
Alat yang digunakan adalah jarum ose dangan ujung membulat, tabung reaksi, rak tabung reaksi, tabung durham dan lampu spiritus.
Bahan yang digunakan adalah 5 isolat/strain bakteri, medium glukos cair, laktosa cair, sukrosa cair dan indicator phenol red (dalam tabung durham).
3.2. Cara Kerja
- Morfologi Koloni Bakteri
- Morfologi Koloni Bakteri pada Cawan Petri
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja dibersihkan/disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan jarum ose yang telah diberi alkohol dan dibakar, secara aseptis.
- Isolat yang diperoleh lalu ditotolkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium nutrient agar secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam dengan posisi cawan dibalik.
- Diamati morfologi koloni bakteri yang terbentuk.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Morfologi Koloni Bakteri pada Agar Tegak
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan jarum ose secara aseptis.
- Ditusukkan (secara garis lurus) ke dalam medium nutrient agar tegak secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam.
- Diamati pertumbuhan koloni bakteri yang terbentuk.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Morfologi Koloni Bakteri pada Agar Miring
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Diinokulasikan ke medium nutrient agar miring secara garis lurus secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam.
- Diamati pertumbuhan koloni bakteri yang terbentuk.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Morfologi Koloni Bakteri padi Medium Cair
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan dengan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Diinokulasikan ke dalam medium nutrient cair dengan cara mengaduk-adukkan ose di dalam medium cair secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam.
- Diamati pertumbuhan koloni bakteri yang terbentuk.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolate B – E.
- Morfologi Sel
- Pewarnaan Sederhana
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Dibersihkan glass objek dengan menggunakan alkhol dan difiksasi di atas nyala api lampu spiritus. Diberi tanda lingkaran pada bagian bawahnya menggunakan spidol untuk meletakkan isolat bakteri.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Isolat yang diperoleh diletakkan pada lingkaran yang telah dibuat, kemudian difiksasi di atas nyala api lampu spiritus.
- Ditetesi dengan 1 tetes methylen blue, didiamkan selama 5 menit.
- Dibilas dengan menggunakan akuades mengalir, kemudian dikeringanginkan.
- Diamati di bawah mikroskop.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Pewarnaan Gram
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Dibersihkan glass objek dengan menggunakan alkohol dan difiksasi di atas nyala api lampu spiritus. Diberi tanda lingkaran pada bagian bawahnya menggunakan spidol untuk meletakkan isolat bakteri.
- Diambil isolat A menggunakan ose, kemudian diletakkan di atas glass objek pada lingkaran yang telah dibuat secara aseptis, lalu difiksasi.
- Ditetesksan 1 tetes Kristal violet pada lingkaran tersebut, didiamkan selama 1 menit. Lalu dicuci dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diteteskan iodine pada bagian yang sama, didiamkan selama ± 1 menit. Lalu dicuci dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diberi alkohol pada bagian yang sama, didiamkan selama 30 detik. Lalu dicuci dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diteteskan counterstain safranin, didiamkan selama ± 45 detik. Lalu dibilas dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diamati di bawah mikroskop bentuk sel, bakteri gram + atau gram -, dan warna sel bakteri.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Pewarnaan Spora
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan alkohol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Dibersihkan glass objek menggunakan alkohol dan dikeringkan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Isolat yang diperoleh diletakkan pada glass objek juga secara aseptis.
- Ditetesi 1 tetes Malachite green ke glass objek yang telah terdapat isolate tersebut.
- Diletakkan di atas penangas air yang mendidih dan didiamkan selama 5 menit. Jika bagian pinggir mulai mengering, ditambahkan lagi malachite green.
- Setelah 5 menit diangkat, setelah dingin glass objek dibilas dengan akuades mengalir.
- Ditetesi dengan safranin sebagai counterstain, didiamkan selama ± 45 detik. Kemudian dicuci dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diamati di bawah mikroskop adakah terbentuk spora atau tidak.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Pewarnaan Tahan Asam
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan dengan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Disterilkan glass objek menggunakan alkohol dan dikeringkan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose dan diletakkan pada glass objek secara aseptis.
- Diteteskan dengan 1 tetes karbolfuksin dan diletakkan di atas penangas air mendidih selama 5 menit. Setelah 5 menit diangkat, kemudian setelah dingin dicuci dengan menggunakan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diteteskan dengan 1 tetes alkohol asam, didiamkan selama 15 detik, lalu dicuci dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diteteskan dengan 1 tetes methylen blue 1 tetes, didiamkan selama 2 menit. Dicuci dengan akuades mengalir dan dikeringanginkan.
- Diamati di bawah mikroskop, jika berwana merah maka hasilnya positif dan jika berwarna biru maka hasilnya negatif.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Pengujian Sifat Biokimawi
- Hidrolisis Pati
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Isolat yang telah diperoleh ditotolkan pada medium pati agar plate secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam.
- Diberi larutan JKJ beberapa tetes, didiamkan selama beberapa menit.
- Diamati, jika terdapat zona bening berarti positif menghidrolisis pati, jika tidak ada zona bening berarti negative.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Hidrolisi Kasein
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Isolat yang diperoleh lalu ditotolkan pada medium susu agar secara aseptis.
- Diinkubasi selama 4 hari.
- Diamati, adanya zona bening menunjukkan hasil positif terhadap hidrolisis kasein.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Pencairan Gelatin
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan dengan mengguankan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A menggunakan ose secara aseptis.
- Diinokulasikan isolat A tersebut ke dalam medium gelatin tegak (cair) menggunakan ose dengan cara diaduk-aduk secara aseptis.
- Diinkubasi di dalam kulkas selama 24 jam.
- Diamati, jika medium tidak memadat maka hasilnya positif untuk pencairan gelatin.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Reduksi Hidrogen Peroksida (Katalase)
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja disterilkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Glass objek dibersihkan menggunakan alkohol dan dikeringkan. Diberi tanda lingkaran pada bagian bawahnya.
- Diambil isolat A menggunakan ose secara aseptis.
- Diletakkan isolat A yang diperoleh tersebut pada bagian yang dilingkari pada glass objek secara aseptis.
- Ditambahkan satu tetes larutan H2O2 30 %. Didiamkan beberapa saat.
- Diamati apakah reaksinya positif atau negative. Reaksi positif ditunjukkan denga adanya gelembung dan negatif jika tidak terbentuk gelembung.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Reduksi Methylen blue
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja dibersihkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Dimasukkan kedalam medium nutrient cair (NB) secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam.
- Setelah 24 jam, ditambahkan methylen blue.
- Diamati perubahan warna biru menjadi hilang. Dicatat berapa lama waktu yang diperlukan untuk perubahan warna tersebut.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Oksidase
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja dibersihkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Dilingkari ketas tisu menggunakan spidol.
- Diambil isolat A dengan menggunakan ose secara aseptis.
- Diletakkan isolat A tersebut pada bagian yang telah dilingkari pada kertas tisu secara aseptis.
- Ditambahkan larutan dimetil p-fenildiamina hidroklorida 1 % beberapa tetes.
- Didiamkan beberapa menit.
- Diamati apakah ada perubahan warna merah muda, lalu merah tua, merah galap dan akhirnya menjadi hitam maka hasilnya positif serta hasil negatif jika tidak terjadi perubahan warna.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- Fermentasi Karbohidrat
- Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja dibersihkan menggunakan wipol dan lampu spiritus dinyalakan.
- Diambil isolat A menggunakan ose secara aseptis.
- Diinokulasikan ke dalam masing-masing larutan glukosa, sukrosa dan laktosa dengan cara diaduk-aduk (di dalamnya telah berisi indicator phenol red dalam tabung durham) secara aseptis.
- Diinkubasi selama 24 jam.
- Diamati perubahan yang terjadi.
- Dilakukan langkah yang sama untuk isolat B – E.
- IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 1. Tabulasi Hasil Pengamatan Uji Bakteri Kelompok 6B – 10B
(Lab. Genetika)
No |
Unit Karakter (n) |
Operational Taxonomi Unit OTU (t) |
||||
A |
B |
C |
D |
E |
||
1 |
Morfologi Koloni |
|
|
|
|
|
|
a. Ukuran koloni |
|
|
|
|
|
|
1. large |
– |
+ |
– |
– |
– |
|
2. moderate |
+ |
– |
– |
– |
– |
|
3. small |
– |
– |
+ |
+ |
– |
|
b. Bentuk koloni |
|
|
|
|
|
|
4. cirkular |
– |
– |
+ |
– |
– |
|
5. irreguler |
+ |
– |
– |
+ |
– |
|
6. spindle |
– |
– |
– |
– |
– |
|
7. filamentous |
– |
– |
– |
– |
– |
|
8. rhizoid |
– |
+ |
– |
– |
– |
|
c. elevasi koloni |
|
|
|
|
|
|
9. flat |
– |
– |
+ |
+ |
– |
|
10. raised |
+ |
+ |
– |
– |
– |
|
11. convex |
– |
– |
– |
– |
– |
|
12. umbonate |
– |
– |
– |
– |
– |
|
d. Tepian koloni |
|
|
|
|
|
|
13. entire |
– |
– |
+ |
– |
– |
|
14. lobate |
+ |
+ |
– |
– |
– |
|
15. undulate |
– |
– |
– |
+ |
– |
|
16. serrate |
– |
– |
– |
– |
– |
|
17. felamentous |
– |
– |
– |
– |
– |
|
e. Warna koloni |
|
|
|
|
|
|
18. kuning |
+ |
– |
– |
– |
– |
|
19. putih |
– |
– |
+ |
– |
– |
|
20. cream |
– |
+ |
– |
+ |
– |
|
Faktor pertumbuhan |
|
|
|
|
|
|
Agar Tegak |
|
|
|
|
|
|
f. Bentuk pertumbuhan |
|
|
|
|
|
|
21. filliform |
– |
+ |
+ |
– |
– |
|
22. echinulate |
– |
– |
– |
– |
– |
|
23. papilliate |
– |
– |
– |
– |
– |
|
24. beaded |
– |
– |
– |
– |
– |
|
25. vilous |
– |
– |
– |
– |
– |
|
26. plumose |
+ |
– |
– |
+ |
– |
|
27. arborescent |
– |
– |
– |
– |
– |
|
g. Pertumbuhan |
|
|
|
|
|
|
28. merata |
– |
+ |
+ |
– |
– |
|
29. tidak merata |
+ |
– |
– |
+ |
– |
|
Agar Miring |
|
|
|
|
|
|
h. Bentuk pertumbuhan |
|
|
|
|
|
|
30. echinulate |
– |
– |
– |
– |
– |
|
31. filliform |
– |
+ |
– |
+ |
– |
|
32. effuse |
– |
– |
– |
– |
– |
|
33. beaded |
+ |
– |
– |
– |
– |
|
34. spreading |
– |
– |
– |
– |
– |
|
35. plumose |
– |
– |
– |
– |
– |
|
36. rhizoid |
– |
– |
– |
– |
– |
|
i. Pertumbuhan |
|
|
|
|
|
|
37. tipis |
– |
– |
– |
– |
– |
|
38. sedang |
+ |
+ |
– |
– |
– |
|
39. tebal/lebat |
– |
– |
– |
+ |
– |
|
j. Kilat |
|
|
|
|
|
|
40. mengkilat |
+ |
+ |
– |
+ |
– |
|
41. tidak mengkilat |
– |
– |
– |
– |
– |
|
42. Medium Cair |
+ |
+ |
+ |
+ |
+ |
2 |
Morfologi Sel |
|
|
|
|
|
|
a. Pewarnaan sederhana |
|
|
|
|
|
|
43. coccus |
– |
– |
– |
– |
– |
|
44. basillus |
+ |
+ |
+ |
+ |
+ |
|
45. staphillococcus |
– |
– |
– |
– |
– |
|
46. streptococcus |
– |
– |
– |
– |
– |
|
47. streptobasil |
– |
– |
– |
– |
– |
|
b. Pewarnaan gram |
|
|
|
|
|
|
48. gram positif |
– |
– |
– |
+ |
+ |
|
49. gram negatif |
+ |
+ |
+ |
– |
– |
|
50. Pewarnaan Endospora |
– |
– |
– |
– |
+ |
|
d. Pewarnaan tahan asam |
|
|
|
|
|
|
51. biru |
+ |
+ |
+ |
+ |
+ |
|
52. merah |
– |
– |
– |
– |
– |
3 |
Analisis Biokimia |
|
|
|
|
|
|
53. hidrolisis pati |
– |
– |
– |
– |
– |
|
54. hidrolisis kasein |
– |
– |
– |
– |
+ |
|
55. katalase |
+ |
+ |
+ |
+ |
– |
|
56. oksidase |
– |
– |
+ |
– |
– |
|
57. pencairan gelatin |
– |
– |
– |
– |
– |
|
58. reduksi methylen blue |
+ |
+ |
+ |
+ |
+ |
|
Fermentai Karbohidrat |
|
|
|
|
|
|
Glukosa |
|
|
|
|
|
|
59. warna |
+ |
+ |
+ |
+ |
+ |
|
60. gelembung gas |
– |
+ |
– |
– |
– |
|
Sukrosa |
|
|
|
|
|
|
61. warna |
– |
– |
– |
– |
– |
|
62. gelembung gas |
– |
– |
– |
– |
– |
|
Laktosa |
|
|
|
|
|
|
63. warna |
– |
– |
– |
– |
– |
|
64. gelembung gas |
– |
– |
– |
– |
– |
AB : a = 11, b = 6, c = 7, d = 40 BC : a = 9, b = 9, c = 6, d = 40
AC : a = 7, b = 10, c = 8, d = 39 BD : a = 9, b = 9, c = 8, d = 38
AD : a = 10, b = 7, c = 7, d = 40 BE : a = 5, b = 13, c = 3, d = 43
AE : a = 5, b = 12, c = 3, d = 44 CD : a = 8, b = 7, c = 9, d = 40
CE : a = 5, b = 10, c = 2, d = 40 DE : a = 6, b = 11, c = 2, d = 40
Berdasarkan tabel di atas, kemudian dicari indeks similaritasnya berdasarkan rumus berikut:
- SSM =
Keterangan: a = ++ ; b = +- ; c = -+ dan d = —
AB = = 79,7 % CD = = 75 %
AC = = 71% CE = = 79,7 %
AD = = 78,1 % DE = = 79,7 %
AE = = 76,5 % BC = = 76,6 %
BD = = 73,4 % BE = = 75 %
Matriks Similaritas SSM
% |
A |
B |
C |
D |
E |
A |
100 |
|
|
|
|
B |
79,7 |
100 |
|
|
|
C |
71 |
76,6 |
100 |
|
|
D |
78,1 |
73,4 |
75 |
100 |
|
E |
76,5 |
75 |
79,7 |
79,7 |
100 |
Clustering Analysis SSM
Sim (%) |
Strain Mikroba (OTU) |
||||
100 |
A |
B |
C |
D |
E |
90 |
A |
B |
C |
D |
E |
79,7 |
{A, B, C, D, E} |
Konstruksi Dendogram SSM
A
B
C
D
E
79,7 90 100
- SJ =
Keterangan : a = ++ ; b = +- dan c = -+
AB = = 45,8 % CD = = 33,3 %
AC = = 28 % CE = = 27,8 %
AD = = 41,7 % DE = = 31,6 %
AE = = 25 % BC = = 37,5 %
BD = = 34,6 % BE = = 23,8 %
Matriks Similaritas SJ
% |
A |
B |
C |
D |
E |
A |
100 |
|
|
|
|
B |
45,8 |
100 |
|
|
|
C |
28 |
37,5 |
100 |
|
|
D |
41,7 |
34,6 |
33,3 |
100 |
|
E |
25 |
23,8 |
27,8 |
31,6 |
100 |
Clustering Analysis SJ
Sim (%) |
Strain Mikroba (OTU) |
||||
100 |
A |
B |
D |
C |
E |
90 |
A |
B |
D |
C |
E |
45,8 |
A, B |
D |
C |
E |
|
38,15 |
{(A, B) D} |
C |
E |
||
33,3 |
( {(A, B) (D)} C ) |
E |
|||
27,8 |
{ [ {(A, B) (D)} C ] E } |
Konstruksi Dendogram SJ
A
B
D
C
E
27,8 33,3 38,15 45,8 100
4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan karakterisasi dan identifikasi terhadap lima strain mikroba yaitu A, B, C, D dan E yang belum diketahui, dengan menggunakan berbagai karakter uji yang meliputi sifat morfologi, baik koloni maupun sel, dan pengujian sifat biokimia. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk numerik dengan memberikan nilai positif atau negative. Dalam prosedur taksonomi numerik, hanya data numerik yang dapat diolah untuk memperoleh hasil klasifikasi yang diharapkan.
Pada pengujian morfologi pada pewarnaan tahan asam, semua isolat menunjukkan hasil negatif dengan sel berwarna biru, karena bakteri tersebut tidak tahan terhadap asam karbolfuksin melalui proses pemanasan, dan menyerap zat warna methylen blue. Pada pewarnaan spora isolat A, B, C dan D menghasilkan pewarnaan spora negative dan pada isolat E menghasilkan pewarnaan positif.
Untuk uji biokimia yaitu pada uji oksidase yang menghasilkan uji positif adalah isolate C yang berubah warna menjadi merah muda, lalu merah tua, merah gelap, dan akhirnya hitam. Hal ini terjadi karena isolat C mampu mengoksidasi larutan dimetil p-fenildiamina hidroklorida 1 %, sedangkan isolat A, B, D, dan E bereaksi negative atau tidak mampu mengoksidasi larutan dimeil p-fenildiamina hidroklorida 1 %, dan warna isolatnya tetap berwarna putih.
Pada uji hidrolisis pati semua isolat menunjukkan hasil negative terhadap hidrolisis pati dengan ditandai tidak adanya zona jernih disekitar koloni. Pada uji reduksi Methylen blue, semua isolate bereaksi positif terhadap reduksi methylen blue ditandai dengan hilangnya warna biru pada kultur cair, waktu menghilangnya warna biru selama ± 30 menit. Pada uji pencairan gelatin, semua isolat tidak mampu mencairkan gelatin (memadat), hal ini dapat terjadi karena semua isolat tidak memiliki enzim gelatinase sehingga tidak dapat mencerna medium gelatin. Karena untuk dapat mencerna gelatin, bakteri membutuhkan enzim gelatinase. Gelatin protein merupakan polimer besar asam amino yang terlalu besar untuk masuk ke dalam membran sel. Untuk memanfaatkan gelatin, exozim proteolitik bakteri mensekresi gelatinase dan peptidase untuk mencerna gelatin luar sel.
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Isolat A, B, C, dan D dalam uji katalase hasilnya positif, karena bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk pertumbuhan aerobic karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Keempat isolat ini adalah bakteri katalase positif bias menghasilkan gelembung-gelembung oksigen yang sedikit karena adanya pemecahan H2O2 (hydrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendir. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil respirasi fakultatif anaerob bakteri, dimana hasil respirasi tersebut justru dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik bagi bakteri itu sendiri. Oleh sebab itu, komponen ini harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Sedangkan isolate E menunjukkan hasil negatif.
Jumlah unit karakter yang kami peroleh dan digunakan adalah sebanyak 64 karakter. Jumlah karakter ini telah memenuhi karekter uji minimal yang disyaratkan yaitu sejumlah 50 karakter. Semakin tinggi nilai similaritas antara kedua strain, maka dapat dikatakan bahwa kedua strain tersebut memiliki banyak kemiripan atau kesamaan, sehingga nilai indeks similaritas antara kedua strain dapat digunakan untuk memasukkan bakteri ke dalam suatu kelompok tertentu. Berdasarkan konsep taksospesies, suatu individu termasuk ke dalam jenis spesies yang sama apabila memiliki indeks similaritas ≥ 70%.
Data yang diperoleh dari karakterisasi tersebut dianalisi lebih lanjut untuk mencari Indeks Similaritas (IS) antara kelima strain mikroba tersebut. Digunakan dua macam koefisien indeks similaritas yaitu Simple Matching Coeficient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). Pada SSM semua sifat baik bernilai double positif, berbeda, maupun double negative digunakan. Sedangkan pada SJ nilai double negative pada kedua strain yang dibandingkan tidak digunakan.
Setelah didapatkan indeks similaritas melalui SSM dan SJ, kemudian dilakukan analisis clustering. Prinsip dari analisis klastering adalah untuk mencari similaritas dengan nilai tinggi yang mengindikasikan pasangan yang paling sama dari OTU (Operational Taxonomic Unit). Metode yang paling umum digunakan adalah Unwighted Pair Group Method With Averages (UPGMA) atau yang lebih dikenal dengan nama alogaritma average linkage. Untuk menunjukkan hasil analisis klastering, hasil divisualisasikan ke dalam bentuk dendogram. Setelah diperoleh dendogram, kemudian dibuat analisis korelasi kefenetik. Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan keeratan hubungan kesamaan (fenetik) antar strain mikroba yang diuji. Nilai korelasi kofenetik baik pada SSM dan SJ yang melebihi 60 % menunjukkan bahwa uji yang dilakukan terhadap keenam strain bakteri tersebut dapat diterima atau dipercaya, sehingga kelompok yang dibentuk memiliki kedekatan yang dapat diterima.
Dari hasil dendorgam yang kami peroleh terlihat bahwa terdapat perbedaan dalam klasifikasi OTU antara koefisien SSM dan SJ. Pada dendogram SSM strain A, B, C, D, dan E mengelompok menjadi satu pada indeks similaritas 79,7 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima strain bakteri yang diuji memiliki tingkat similaritas yang cukup tinggi. Bahkan dapat dikatakan bahwa kelima strain bakteri tersebut masuk ke dalam satu spesies, karena tingkat kesamaannya lebih dari 70 %. Pada hasil dendogram untuk similaritas SJ menunjukkan hasil yang sedikit berbeda. Pada dendogram SJ strain A dan B menyatu terlebih dahulu pada similaritas 45,8 %, selanjutnya keduanya baru menyatu dengan strain D pada similaritas 38,15 %. Ketiga strain tersebut menyatu dengan strain C pada similaritas 33,3 % dan keempat strain akan menyatu dengan strain E pada similaritas 27,8 %. Kelima strain bergabung pada similaritas yang sama yaitu 27,8 %. Dari hasil tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kelima strain bakteri yang diuji merupakan lima spesies yang berbeda, karena memiliki tingkat kemiripan yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat similaritas antar strain yang tidak mencapai nilai 70 %.
Hasil perhitungan SSM dan SJ hanya mendekati kebenaran, hal ini karena terdapat kemungkinan bahwa pada saat melakukan pengamatan karakter diperoleh data yang tidak akurat dikarenakan adanya ketidaktelitian atau ketidakakuratan dalam pengamatan ataupun memang karena batasan untuk memberikan nilai positif atau negative pada suatu karakter untuk suatu strain bakteri sangatlah tipis dan hanya mengandalkan pengamatan visual saja, sehingga kemungkinan terdapat kekeliruan dalam memutuskan sifat positif atau negative dari karakter yang diamati. Perbedaan perhitungan SSM dan SJ dari awal hingga akhir ini menunjukkan bahwa sifat double negative, memberikan efek besar pada keseluruhan metode taksonomi numerik fenetik. Hal ini karena sifat double negative tersebut dianggap membingungkan karena karakter menjadi tidak pasti hasilnya, yang kemudian dapat mengacaukan hasil klasifikasi bila digunakan untuk perhitungan indeks similaritas. Percobaan menggunakan taksonomi numerik fenetik maka kekerabatan tidak dapat disimpulkan dari nilai indeks similaritas. Nilai indeks similaritas yang tinggi belum tentu strain-strain tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Metode Jaccard Coefficient (SJ) dianggap lebih cocok digunakan karena mayoritas karakter yang digunakan dalam klasifikasi bakteri dengan metode taksonomi numerik fenetik adalah sifat double negative.
- V. KESIMPULAN
Sistematika mikroba merupakan ilmu yang mempelajari keanekaragaman mikroba dan hubungan antara sesamanya, baik hubungan yang bersifat kemiripan (fenetik) maupun yang bersifat kekerabatan (filogenetis). Klasifikasi merupakan suatu alat atau cara untuk mengelompokkan organisme ke dalam suatu kelompok (takson) berdasarkan hubungan kemiripan maupun kekerabatan. Identifikasi adalah proses dan hasil penentuan benar tidaknya suatu strain yang diteliti merupakan anggota takson yang sudah dikenal sebelumnya atau merupakan proses dan hasil penentuan apakah suatu organisme yang belum dikenal merupakan anggota kelompok yang sudah diketahui sebelumnya atau bukan.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada klasifikasi menggunakan koefisien indeks similaritas SSM, kelima strain bakteri yang digunakan dalam uji termasuk ke dalam satu spesies karena memiliki tingkat kesamaan lebih dari 70 % yaitu 79,7 %. Sedangkan pada klasifikasi menggunakan koefisien indeks similaritas SJ, kelima strain bakteri merupakan spesies yang berbeda-beda karena tingkat kesamaan antara kelima strain bakteri tersebut kurang dari 70 % yaitu 27,8 %. Dengan kata lain hasil yang diperoleh dari metode SSM adalah kelima strain bakteri tersebut merupakan satu spesies, sedangkan pada metode SJ diperoleh lima spesies. Metode Jaccard Coefficient (SJ) dianggap lebih cocok digunakan karena mayoritas karakter yang dianggap mengganggu yang digunakan dalam klasifikasi bakteri dengan metode taksonomi numerik fenetik adalah sifat double negative.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Laporan Praktikum Sistematika Mikrobia, Karakterisasi dan Klasifikasi Bakteri dengan Metode Taksonomi Numerik-Fenetik. http://knottymind.blogspot.com/2011/11/sistematika-mikrobia-bakteri.html [diakses tanggal 28 November 2012].
Boone, R.D, and Castenholz, W.R. 2001. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. 2nd ed. Voll springer-Verlag. New York.
Frobisher, M. 1962. Fundamental of Microbiology. 6th Edition. W.B. Saunders Company. London, pp. 243-251.
Pelzar, M. J. and E. C. S. Chan 1993. Dasar – Dasar Mikrobiologi 1. Pent. Ratna Siri Hadioetomo, dkk. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Pelzar, M. J., E. C. S. Chan and N. R. Krieg. 1993. Microbiology. 5th Edition. Tata McGraw-Hill. New Delhi, pp. 37-39, 41-41.
Ramadaningrum, Winda Adipuri. 2008. Laporan Praktikum Sistematika Mikrobia, Karakterisasi dan Klasifikasi Bakteri dengan Metode Taksonomi Numerik-Fenetik. http://www.scribd.com/doc/51297292/laporan-sismik-winda [diakses tanggal 27 November 2012].
Saulia, S.B, and S. Shantharam. 1997. General Microbiology. Science Pub Inc. USA, pp. 22-23.
Sembiring, L. 2003. Petunjuk Praktikum Sistematika Mikrobia Laboratorium Mikrobiologi, UGM, Yogyakarta, hal. 1-6.